Kamis, 13 Februari 2014

Cara Menghilangkan Bau Mulut



Cara Menghilangkan Bau Mulut
Bau mulut mungkin musuh terberat untuk anda karen di mungkinkan dengan adanya yang tidk enak orang-orang di sekitar anda bisa saja menjauh seperti saat berbincang-bincang dengan anda dikarenakan adanya bau yang tidak enak dari mulut anda.

Salah satunya mengganggunya bau mulut adalah menjadikan diri anda yang namanya PD ( Percaya Diriri) dikarenakan mungkin dengan adanya bau dari mulut anda, anda sendiripun bisa merasa malu untuk berbincang-bincang dengan orang - orang di sekitar anda.

Nah buat anda yang mengalami bau mulut ynag mungkin anda sendiri juga kadang-kadang meras terganggu dengan baunnya. disini saya akan memberikan sedkit Informasi dan Tips dalam menangani dan menghilangkan bau mulut anda.
Cara menghilangkan bau mulut :

  1. Hal pertama adalah senantiasa menjaga kesehatan mulut dengan cara menggosok gigi secara rutin pada pagi hari atau habis sahur dan sebelum tidur. Pada saat menggosok gigi usahakan untuk menggosok bagian langit-langit mulut kita dan juga lidah, karena biasanya sisa-sisa makanan biasa nempel dibagian-bagian tersebut..
  2. Usahakan untuk hindari makanan yang berbau/menyengat seperti bawang, durian, atau petai.
  3. Perbanyaklah minum air putih berguna untuk menjaga keseimbangan air dalam tubuh.
  4. Mengkonsumsi makanan probiotik, berguna mencegah bau mulut dan membantu kesehatan pencernaan.
  5. Sebaiknya menghindari alkohol dan rokok karena hal tidak ada gunanya, semuanya itu dapat memicu terjadinya periodontitis dan gingivitis yang memperburuk kebersihan mulut. Selain itu, alkohol dapat mengurangi produksi air liur yang mengakibatkan semakin cepatnya perkembangan bakteri.
Senantiasa mengkonsumsi buah dan sayuran seperti apel, wortel, bengkuang. Pada saat anda berbuka disarankan untuk mengkonsumsi buah.
Bahan-bahan seperti ketumbar, mint, tarragon, kayu putih, rosemary dan kapulaga dapat menangkal dan memerangi bau mulut.

Konsumsi keju dapat memerangi bakteri dalam mulut kita, karena keju kaya akan kalsium, rendah karbohidrat, dan mengandung fosfat sehingga bermanfaat untuk meningkatkan produksi air liur, dan mengurangi pertumbuhan karang gigi.

Konsumsi vitamin C juga dapat mengatasi bau mulut, karena vitamin C dapat menciptakan lingkungan yang tidak ramah bagi pertumbuhan bakteri. Dapatkan vitamin C dari buah dan makanan lain, jangan dari suplemen, karena itu hanya justru memperparah bau mulut.
Dan yang terakhir, sebaiknya jangan terlalu sering menggunakan obat kumur.

Sekian tips dari saya semoga dengan danya postingan ini bisa bermanfaat buat anda yang sudah membaca.

Review FIlm



Review – After Earth (2013)
Sutradara : M. Night Shyamalan
Produser : Caleeb Pinkett, Will Smith, James Lassiter
Penulis Naskah : Gary Whitta, Stephen Gaghan
Pemain : Will Smith, Jaden Smith, Isabelle Fuhrman
Genre : Action, Fiksi
Studio : Relativity Media, Overbrook Entertainment, Blinding Edge Pictures
Distribusi : Columbia Pictures
Tanggal Rilis : 7 Juni 2013

After Earth punya kombinasi maut; Sci-fi post apocalyptic yang mahal, Hitchock from India, M. Night Shyamalan dan magnet box office, Will Smith. Tetapi tunggu dulu, Shyamalan? Bukankah orang ini kariernya sudah habis paska adaptasi live action The Last Airbender yang mengecewakan itu? Namun rupanya seperti saya, Will Smith sang empunya ide cerita yang juga duduk di bangku produser masih percaya bahwa Shyamalan belum kehilangan sentuhannya. Tetapi After Earth berada di ranah fiksi ilmiah, jauh dari kebiasaan Shyamalan sebelumnya yang suka mengejutkan kita di thriller misterinya yang simpel namun menusuk itu. Dan kamu tahu kan apa yang terjadi ketika ia mencoba menyeleweng, ya, The Last Airbender  yang…., ah, sudahlah.

Setting After Earth berada di 1000 tahun di masa depan setelah bencana besar lingkungan hidup yang memaksa manusia pergi meninggalkan bumi yang tercemar menuju dunia baru yang mereka sebut Nova Prime. Di sini ada Jenderal Cypher Raige (Will Smith), pemimpin pasukan penjaga perdamaian tanpa rasa takut yang bertugas membasi semua Ursas (alien ganas pemangsa manusia) yang hendak menguasai Nova Prime. Lalu suatu hari sebelum memutuskan untuk pensiun, Cypher bersama putranya, Kitai Raige (Jaden Smith) melakukan ekspedisi terakhir, sayang seperti yang kamu lihat dalam traillernya, ekspedisi itu tidak berakhir baik. Pesawat yang ditumpangi keduanya mengalami kecelakaan hebat, membuat mereka kemudian terdampar di bumi yang liar.


Jadi untuk kedua kalinya Shymalan mencoba genre baru di luar zona nyamannya. Setelah fantasi petualangan, sekarang fiksi ilmiah, dan kali ini ia punya dukungan lebih besar bernama Will Smith dari sekedar adaptasi kartun anak-anak plus budget raksasa. Sekilas, dari kulit luarnya After Earth tampak begitu megah dengan balutan setting futuristiknya, lengkap dengan alien ganas dan space ship canggih, tetapi di balik segala kemewahan fiksi ilmiah hi-tech dan tema survival-nya ini sebenarnya adalah sebuah konsep drama sederhana tentang hubungan ayah-anak yang kental dengan elemen coming of age dan filosofi tentang bagaimana menghadapi ketakutan terbesarmu, ya, dalam memang, mengingatkan saya pada The Road yang gersang namun menyentuh itu, hanya saja kamu akan lebih banyak menemukan lebih banyak flora dan fauna di sini dan lebih sedikit sisi emosional.

Saya suka konsepnya, tetapi fakta di lapangan berkata lain. Dengan kemampuannya sebagai seorang storyteller sehandal Shymalan semestinya bisa menghadirkan kedalaman yang cukup untuk menghadirkan lebih di sisi sentimentilnya, tetapi yang terjadi terasa begitu datar tidak ada chemistry kuat antara ayah dan anak (padahal keduanya diperankan oleh ayah dan anak di dunia nyata), ini bisa jadi dikarenakan mereka hampir tidak pernah berada dalam satu frame plus karkaterisasi Will Smith yang mengharuskannya membuang semua emosinya. 

Fokus utamanya berada pada karkater Kitai dengan masa lalu kelam yang jujur saja sedikit menyebalkan buat saya, khususnya pada separuh pertama dengan segala kelakukannya  yang semau sendiri, tetapi seperti kebanyakan coming of age, karkater Kitai kemudian belajar menjadi dewasa dalam perjalannnya mengarungi bahaya untuk menyelamatkan dirinya dan juga ayahnya, nah, sayangnya bagian penting satu ini tidak teralalu mulus digarap Shymalan, antara terlalu lama dan terseok-seok dalam bergerak dan elemen aksi dan survival yang tidak pernah menjadi sebuah sajian yang “Wow”, tidak peduli ketika ia diam-diam juga menyelipkan pesan-pesan spiritual melalui simbolisasi terselubung, yang ada malah membuat semuanya menjadi serba nanggung, lamban dan membosankan. Dan untuk film dengan biaya produksi sebesar ini, After Earth tampak kedodoran dalam menghadirkan spesial efek yang sesuai dengan harga-nya, meskipun ya, lanskap yang dihadirkan memang cukup menyejukan mata dengan segala pemandangan yang serba hijau.

Will Smith yang terinspirasi oleh acara televis, I Shouldn’t Be Alive sebenarnya sudah memberikan Shyamalan sebuah konsep fiksi ilmiah yang menarik melalui After Earth yang bersetting tentang kehancuran bumi dengan tema tebal hubungan ayah-anak dan sebuah petualangan bertahan hidup mendebarkan serta perjalanan spiritual dalam mencari kedewasaan diri, tapi semuanya terasa percuma ketika  Shyamalan tampak tidak terlalu percaya diri untuk membawanya ke mana? Yang terjadi kemudian After Earth malah terjebak antara drama tanpa emosi dan fiksi ilmiah yang kurang garam.

Kelebihan
-          Film ini memiliki alur cerita yang menarik dan tak terduga
-          Film ini memiliki akhir yang menyentuh
-          Film ini sangatlah menarik dari segi cerita dan pengambilan gambar
-          Didalam film ini terdapat rasa kekluargaan antara ayah dan anak
Kekurangan
-          Terdapat cerita yang membingungkan dan menggantung
-          Banyak adegan yang menurut saya tidak penting di dalam film ini
-          Film ini kontroversional

Kesimpulan
Menurut saya film ini cukup bagus dan saya merekomendasikannya untuk di tonton tapi ada beberapa keganjalan difilm ini dan memiliki twist (akhir yang tak terduga), dan dari point 10 saya memberikan filn ini point 7,5 jadi nilai film ini menurut saya 7,5/10

Mawar Biru



 Cerita Pendek {Mawar Biru}
UDARA seperti membeku di Adelweis Room, sebuah kamar rawat inap, di RS Fatmawati, Jakarta Selatan. Dan, di tempat tidur yang serba putih, Erika terbaring beku dalam waktu yang juga membeku. Ia tidak berani menghitung lagi berapa kali jarum jam di ruangan itu melewati angka dua belas, makin mendekati ajal yang bakal menjemputnya.

Dokter telah memprediksi usianya tinggal sekitar sebulan karena leukimia yang akut, dan satu-satunya yang ia tunggu dari kekasihnya adalah sekuntum mawar biru. Ya, mawar biru. Bukan mawar merah atau putih. Dan, hanya sekuntum, bukan seikat atau sekeranjang.

Tapi, adakah mawar berwarna biru? Sang kekasih, Riyan, sebenarnya tidak yakin. Yang pernah ia lihat adalah mawar merah, putih, atau kuning. Ketiganya tumbuh dan berbunga lebat di halaman rumahnya. Tapi, mawar biru? Ia tidak yakin. Bunga berwarna biru yang pernah ia lihat hanya anggrek bulan dan anyelir. 

Itupun bukan persis biru, tapi keunguan.
“Apa kau yakin ada mawar berwarna biru, Sayang?”
“Aku yakin. Aku pernah melihatnya.”
“Bukan dalam mimpi?”
“Bukan. Di sebuah taman. Tapi, aku lupa taman itu. Rasa-rasanya di Jakarta.”

Riyan terdiam. Dari bola matanya terpancar keraguan, dan itu ditangkap oleh Erika.
“Carilah, Sayang. Jangan ragu-ragu. Hanya itu yang aku pinta darimu, sebagai permintaan terakhirku. Carilah dengan rasa cinta.” Erika berusaha meyakinkan.

Maka, dengan rasa cinta, berangkatlah Riyan mencari sekuntum mawar biru permintaan kekasihnya itu. Ia langsung menuju taman-taman kota Jakarta, dan menyusuri seluruh sudutnya. Tidak menemukannya di sana, ia pun menyusuri semua taman milik para penjual tanaman hias dan toko bunga. Bahkan ia juga keluar masuk kampung dan komplek perumahan serta real estate , memeriksa tiap halaman rumah dan taman-taman di sana. Berhari-hari ia bertanya-tanya ke sana kemari, mencari mawar berwarna biru.

 “Bunga mawar berwarna biru adanya di mana ya? Aku sedang membutuhkannya!” tanyanya pada seorang mahasiswa IPB, kawan karibnya.
 “Ah, ada-ada saja kamu. Biar kamu cari sampai ke ujung dunia pun enggak bakal ada.”
 “Tapi, Erica pernah melihatnya.”
 “Bunga kertas kali! Sahut sahabat karibnya.“
 “Jangan bercanda! Ini serius. Usia dia tinggal dua minggu lagi. Hanya sekuntum mawar biru yang dia minta dariku untuk ia bawa mati.”
 “Kalau memang tidak ada harus bilang bagaimana?”

Riyan lemas mendengar jawaban itu. Ia sadar, siapa pun tidak akan dapat menemukan sesuatu yang tidak pernah ada, kecuali jika Tuhan tiba-tiba menciptakannya. Tapi bagaimana ia harus meyakinkan Erika bahwa mawar itu memang tidak ada, selain dalam mimpi. Jangan-jangan ia memang melihatnya hanya dalam mimpi?

Riyan duduk tercenung di bangku taman, di salah satu sudut Taman Monas. Ia menyapukan lagi pandangannya ke seluruh sudut taman itu – pekerjaan yang sudah dia ulang-ulang sampai bosan. Ia masih berharap dapat menemukan mawar biru di sana, atau sebuah keajaiban yang bisa memunculkan sekuntum mawar biru di tengah hamparan rumput taman itu. “Bukankah Tuhan memiliki kekuatan kun fayakun ? Kalau Tuhan berkata ‘jadi!' maka ‘jadilah'. Ya, kenapa aku tidak berdoa, memohon padanya saja?” pikirnya.

“Ya Allah, dengan kekuatan kun fa yakun- Mu , mekarkanlah sekuntum mawar biru di depanku saat ini juga,” teriak Riyan tiba-tiba, sambil berdiri, menadahkan tangan dan mendongak ke langit.
Tak lama kemudian ada seorang lelaki tua gembel, dengan kaus robek-robek dan celana lusuh, mendekatinya dan duduk di sebelahnya. Bau badan lelaki tua itu langsung menusuk hidung Riyan dan membuatnya mau muntah. Gembel ini pasti tak pernah mandi, pikirnya. Riyan mengangkat pantatnya, bermaksud segera pindah ke bangku lain. Tapi, orang tua itu tiba-tiba bersuara parau:

“Maaf, Nak. Bolehkah saya minta tolong?”
“Minta tolong apa, Pak?”
“Rumah Bapak di seberang sana . Bapak tidak berani menyeberang sendiri. Takut tersesat. Ugh ugh ugh.”
Orang tua, yang ternyata tuna netra, itu batuk-batuk dan meludah sembarangan. Riyan semakin jijik saja.
“Kota ini betul-betul seperti hutan, menyesatkan. Banyak binatang buasnya. Harimau, Buaya, Badak, Ular berbisa, Tikus busuk, Kadal, Bunglon, Kecoa, semua ada di sini. Kau harus hati-hati, Nak, agar tidak jadi korban mereka.”
“Bapak mau pulang sekarang?”
“Ya ya, Nak. Diantar sampai rumah ya?”

Riyan pusing juga. Mencari bunga mawar biru belum ketemu, tiba-tiba kini ada orang tua gembel minta diantar pulang. Sampai rumahnya pula. Dan selama itu ia harus menahan muntah karena bau lelaki tua itu. Meski hatinya agak berat, Riyan terpaksa menuntun lelaki tuna netra itu. Ia harus sering-sering menahan nafas untuk menolak bau tubuh lelaki tua itu.
“Bapak tinggal di kampung apa?”
“Di kampung seberang.”
“Aduh…. Bapak tadi naik apa ke sini?”
“Kereta api listrik.  Tadi Bapak naik dari Bogor , mau pulang, tapi kebablasan sampai sini. Jadi, tolong diantar ya, Nak. Bapak takut kebablasan lagi.”

Riyan terpaksa mengantar orang tua tunanetra itu, dengan naik KRL dari stasiun Gambir. Begitu naik ke dalam gerbong, lelaki gembel itu langsung mempraktikkan profesinya, mengemis, dan Riyan dipaksa menuntunnya dari penumpang ke penumpang. Maka, jadilah dia pengemis bersama tunanetra itu, dengan menahan rasa malu dan cemas kalau-kalau kepergok kawannya
“Maaf ya, Nak. Bapak hanya bisa meminta-minta seperti ini untuk menyambung hidup. Tapi, Bapak rasa ini lebih baik dari pada jadi maling atau koruptor. Dulu Bapak pernah jadi tukang pijat. Tapi sekarang tidak laku lagi, karena sudah terlalu tua,” kilah lelaki gembel itu.

TURUN dari KRL di Stasiun Lenteng Agung, hari sudah sore. Lelaki tua itu mengajak Riyan menyeberang ke arah timur, kemudian mengajak menyusur sebuah gang. Tiap ditanya rumahnya di sebelah mana, di gang apa, RT berapa dan RW berapa, lelaki tua itu selalu menunjuk ke timur, hingga keduanya sampai di tepi Kali Ciliwung. Pada saat itulah, tanpa sengaja, Norhuda melihat segerumbul tanaman dengan bunga-bunga berwarna biru tumbuh di pinggir sebuah hamparan rerumputan.
“Sebentar, Pak, saya membutuhkan bunga itu.”

Riyan bergegas ke tanaman bunga itu, dan betul, bunga mawar biru, yang tumbuh liar di tepi hamparan rerumputan di pinggir jalan setapak yang menyusur lereng Kali Ciliwung. Dia langsung berjongkok dan dengan penuh suka cita memetik beberapa kuntum, serta mencium-ciumnya dengan penuh gairah. Harum bunga itu begitu menyengat, seperti bau parfum yang mahal. Saat itulah, tiba-tiba terdengar suara parau lelaki tua yang tadi bersamanya dari arah belakangnya:

“Nak, ini uangmu. Saya taruh di sini ya. Saya pamit dulu.”
Riyan langsung berpaling ke arah suara itu. Tapi tak ada siapa-siapa, kecuali sebuah kantong kain lusuh teronggok persis di belakangnya. Dengan matanya, Riyan mencari-cari lelaki tua itu di tiap sudut jalan dan tepi kali, tapi tidak menemukannya. Aneh, lelaki itu raib begitu saja, pikirnya.
Riyan pun merasa sedikit takut. Pikirannya menebak-nebak siapa lelaki gembel yang membawanya ke tempat itu dan raib begitu saja. Malaikatkah dia? Jin? Atau Nabi Hidir? Ia pernah mendengar kisah tentang Nabi Hidir yang konon hidup di sepanjang sungai dan suka menyamar menjadi lelaki gembel. Norhuda merinding memikirkannya.

SETELAH mawar biru ada di tangannya, satu-satunya yang terpikir oleh Norhuda adalah segera membawanya kepada kekasihnya, Erika, yang sedang sekarat di RS Fatmawati. Ia sengaja memilih taksi untuk meluncur cepat ke sana .
Di Adelweis Room, Erika sudah koma. Tangannya diinfus darah merah,  hidungnya ditutup masker oksigen. Matanya terpejam dengan rona wajah pucat pasi. Ayah dan ibu sang gadis duduk di dekatnya dengan wajah cemas.

Dengan perasaan cemas pula Riyan mendekati Erika dan berbisik di telinganya, “Erika, kau dengar aku. Aku sudah menemukan mawar biru yang kau tunggu. Ini aku bawakan untukmu.”
Tiba-tiba gadis itu membuka matanya, dan pelan-pelan tangannya bergerak, membuka masker oksigen dari hidungnya.
“Mana bunga itu, Sayang,” katanya lirih.
“Ini.”

Dengan tangan kanannya Novia meraih bunga itu, lalu menempelkan ke hidungnya dan menyedot harumnya dengan penuh gairah. Pelan-pelan rona wajahnya menjadi segar.
“Bunga ini akan menyembuhkanku. Ini bunga yang kulihat dalam mimpi. Ini pasti bunga dari surga. Syukurlah, kau dapat menemukannya. Aku akan memakannya.”
Erika benar-benar memakan bunga itu, helai demi helai kelopaknya. Sesaat kemudian, dengan bibir menyunggingkan senyum, pelan-pelan ia memejamkan matanya. Ia tertidur dengan mendekap sekuntum mawar biru yang tersisa.